Terbitnya Permendagri Nomor. 14 Tahun 2016 per tanggal 5 April 2016. Tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Kembali memberikan angin segar kepada Umat Islam khusus nya untuk dapat lebih meningkatkan kualitas sarana Ibadah (Mesjid, Mushola dan Madrasah). Jika dalam Permendagri 32 Tahun 2011 setiap penerima hibah harus berbadan hukum dan terdaftar di kementrian Hukum dan HAM, maka melalui perubahan Permendagri 14 Tahun 2016, pada Pasal 6 ayat (5) huruf (b) dan huruf (c), khusus untuk badan atau lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial dapat menerima hibah cukup dengan Surat Keterangan Terdaftar yang diterbitkan oleh Kementrian Dalam Negeri, Gubernur atau Bupati/Walikota. Kemudian untuk organisasi atau lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau pemerintah daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya. Dapat difahami yang dimaksud dari ketentuan Pasal 6 Permendagri No. 11 Tahun 2016, didalamnya termasuk Mesjid & Musholla sebagai organisasi nirlaba, sukarela, sosial yang memenuhi persyaratan penerima hibah.
Dengan terbitnya Permendagri ini, Pemerintah Daerah dapat memberikan Hibah sesuai dengan kemampuan daerah dan dilakukan setelah memprioritaskan pemenuhan belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. Hampir tidak ada alasan bagi Pemerintah Daerah dan DPRD untuk mengelak dari tuntutan permohonan hibah ke Mesjid, kecuali adanya keterbatasan anggaran dan dapat mengganggu pemenuhan belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan. (Beranda Demokrasi, 20 April 2016)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/sopwanismail/jika-sebelumnya-rumit-hibah-ke-mesjid-jadi-mudah-permendagri-14-2016-tentang-perubahan-permendagri-32-2011_5716f9f807b0bd22057a96f4
Rabu, 20 April 2016
Jika Sebelumnya Rumit, Hibah ke Mesjid Jadi Mudah (Permendagri 14/2016 tentang Perubahan Permendagri 32/2011)
Diposting oleh
Sopwan Ismail
di
01.03
Senin, 29 Juli 2013
Strategi dimakan Taktik
Diposting oleh
Sopwan Ismail
di
19.35
Dalam menjalani hidup, tidak boleh terjadi taktik makan strategi, ato strategi menapikan taktik. Karena sejatinya tidak ada taktik tanpa ada strategi dan tidak ada strategi yg berhasil tanpa taktik yg baik.
Demikian dalam politik, di level manapun dan ini berlaku pada siapapun. Strategi yg baik, taktik yg cantik harus juga didukung oleh jumlah dan kapasitas SDM yg memadai, tanpa itu, sulit kiranya apa yg di cita2kan dapat berhasil.
Senin, 22 Juli 2013
Menakar Suara Pilkada Ciamis; 291 Vs 150
Diposting oleh
Sopwan Ismail
di
08.02
Pilkada itu persoalan kalkulasi
dukungan suara, sehingga modalitas politik pun selalu identik dengan
angka-angka karena yang diperebutkan memang jumlah suara dukungan masyarakat
Ciamis yang jumlahnya dikisaran 1.248.041, (DPT Pilkada Gubernur), dan hampir
mengenyampingkan kualitas personal kandidat, karena kualitas personal biasanya
relatif sama, jikapun ada kelebihan disatu pasangan selalu dibarengi
kekurangannya. Kekuatan visi misi dan program yang ditawarkan pun tidak akan
jauh berbeda, karena semua pasangan calon, dipastikan memiliki keinginan yang
sama untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Jika berbicara pilkada menjelang
dilaksanakannya Pemilu Legislatif tahun 2014, maka mau tidak mau kita juga
harus menghitung kekuatan kandidat berdasarkan jumlah calon legislatif yang
akan ikut berpartisipasi dalam pemilu legislatif.
Hitungan angka-angka juga terkait
biaya politik, taburan rupiah dan dollar dalam pilkada menjadi salah satu dasar
dalam menghitung potensi kekuatan suara dukungan kandidat. Walaupun memang ada
batas maksimal biaya politik yang dibolehkan oleh regulator pilkada (KPU).
Dukungan Legislator dan Calon Legislator; 291 Vs 150
Tiga pasangan calon dari Partai
Politik dan satu pasangan dari Perseorangan akan ikut berkompetisi dalam
Pemilihan Kepala daerah Kabupten Ciamis. Pasangan Iing- Jeje, didukung oleh
Golkar PDIP dan PPP, Budi-Mita didukung oleh PKB, PAN, PBB, Hanura, Gerindra
dan PKS, sementara Partai Demokrat, PD mengusung Bagus-Akasah.
Menurut dukungan politik hasil pemilu tahun 2009, pasangan
calon dari partai politik secara berurutan memiliki dukungan suara sebagai
berikut, Iing-Jeje PDIP : 11, Golkar : 8, PPP : 5 jumlah 24 kursi ekuivalen
dengan 48 %, Budi-Mita, PKB : 4, PAN : 3, PBB : 2, Hanura : 2, Gerindra : 1 dan PKS: 5 jumlah 17 setara
dengan 34 %, Bagus-Akasah didukung oleh 9 kursi setara dengan 18 persen.
Dari data tersebut kita mendapat gambaran bahwa dukungan politik
yang kuat untuk pasangan Iing-Jeje diharapkan pasangan ini akan sepadan dengan
raihan suara dukungan masyarakat dalam Pilkada mendatang. Keberanian Partai
Demokrat mengusung kandidatnya sendiri semakin mempertegas peluang Iing-Jeje,
sebagai pasangan calon yang bisa memenangkan pilkada dalam satu putaran dengan
suara signifikan.
Demikian, Pilkada bukan persoalan
dukungan politik, publik pasti masih ingat dengan kejutan politik yang terjadi
di Pilkada Gubernur DKI Jakarta dan Jawa Barat. Pilkada DKI menyuguhkan drama
politik yang mengejutkan banyak pihak, Fauzi Bowo yang incumbent dengan dukungan politik yang luar biasa,
harus mengakui keunggulan Jokowi dengan dukungan politik dari PDIP dan
Gerindra. Demikian dengan yang terjadi di Jawa Barat, Dede Yusuf yang didukung
Partai Demokrat harus kalah raihan suara dan hanya menempati urutan ketiga
raihan suara.
Data yang dirilis Komisi
Pemilihan Umum tentang calon legislator Kabupaten Ciamis dapat disuguhkan
sebagai berikut (menurut pengusung kandidat)
Iing - Jeje; Golkar : 50,
PDIP:50, PPP:50, jumlah 150. Budi-Mita; PKB:48 , PAN:49 , PBB:45 , Hanura:50 ,
Gerindra:50 , PKS:49, jumlah : 291. Bagus-Akasah Partai Demokrat : 49 calon
legislator.
Membaca peta kekuatan menggunakan
ukuran calon legislator dari partai mendukung, artinya kita bicara adanya
semangat yang luar biasa besar yang akan diperoleh secara positif oleh pasangan
calon, karena calon legislator ketika dibarengi dengan dukungan logistik yang
cukup memiliki energi yang kuat untuk mengkampanyekan pasanngan calon, karena
juga sekaligus mengkampanyekan dirinya sendiri.
Dari data tersebut pasangan
Budi-Mita, memiliki dukungan signifikan dengan 291 calon legislator selisih 141
calon legislator dengan pasangan Iing-Jeje yang hanya didukung oleh 150 calon
legislator, sementara Bagus-Akasah didukung oleh 49 calon legislator dari
Partai Demokrat.
Angka tersebut mau tidak mau
harus dijadikan ukuran dalam menilai peluang suara dukungan dan dijadikan
kekuatan oleh pasangan calon dalam upaya suksesi Pemilihan Kepala Daerah.
Partai Nasdem dan PKPI tidak
memberikan dukungan terhadap salah satu pasangan secara terbuka, namun demikian
mungkin saja kedua partai ini secara berbarengan atau secara sendiri sendiri
memberikan dukungan kepada salah satu kandidat dan ini yang akan membuat
ketatnya persaingan politik meraih suara dukungan masyarakat.
Dukungan Struktur Parpol dan Organisasi Kemasyarakatan
Terkait dukungan dari struktur
partai, angka-angka tersebut dapat kita baca dari lingkup pemerintah tingkat
Desa, dimana partai politik diharuskan oleh undang-undang untuk memiliki
kepengurusan sampai tingkat desa.
Dapat kita baca jika saja setiap
partai politik memiliki kepengurusan ditingkat desa sebanyak 10 orang meliputi
Ketua Sekretaris Bendahara dan Bidang-Bidang, maka pasangan calon akan beradu
kekuatan ditingkat desa dengan hitungan berikut. Pasangan Iing-Jeje dengan
dukungan 3 partai politik, di setiap desa akan minimal memiliki kekuatan
sebanyak 30 orang, kemudian Budi-Mita yang didukung oleh 6 partai politik maka
minimal akan memiliki kekuatan 60 orang. Pasangan Bagus Akasah dengan kekuatan
dukungan dari Partai Demokrat, dengan asumsi tersebut akan memiliki kekuatan
penggerak sebanyak 10 orang.
Bagaimana dengan dukungan
Organisasi Kemasyarakatan, jika organisasi kemasyarakatan dinilai memiliki
ikatan yang kuat dengan partai politik, misalnya PKB dengan Nahdatul Ulama dan
PAN dengan Muhammadiyah, maka pasangan calon Budi-Mita memiliki potensi
dukungan yang besar dari NU dan Muhammadiyah karena Budi-Mita didukung oleh PKB
dan PAN, namun demikian sosok Iing yang sangat kental dengan Nahdatul Ulama
karena juga sebagai salah seorang pengurus NU, bahkan jika kita melihat peta
kekuatan Pilkada tahun 2008, Ormas NU lah yang telah melempangkan jalan Iing menjadi
Wakil Bupati Ciamis.
Namun demikian, ketiga pasangan
calon dan satu pasangan calon dari
Perseorangan juga bukan tanpa dukungan Ormas, pasangan calon lain juga memiliki
basis dukungan ormas, seperti Akasah yang menjadi Pasangan Bagus ini kental
dengan warna AMS (Angkatan Muda Siliwangi) dan ormas lainnya yang jika
organisasi tersebut sangat solid dan bisa digerakkan dengan efektif akan
memberikan kontribusi dalam menambah suara dukungan dalam Pilkada mendatang.
Dukungan Logistik
Masih berupa angka-angka,
dukungan logistik tidak dapat dilepaskan dari berapa kekuatan biaya politik
yang dimiliki pasangan calon dan jumlah yang akan digelontorkan mereka untuk
melaksanakan strategi dan taktik pemenangan.
Kenapa demikian, karena mesin
politik parpol, tim pribadi, dan organisasi kemasyarakatan tidak akan bisa
jalan efektif tanpa ada dukungan biaya politik. Angka-angka dukungan
berdasarkan legislator, calon legislator dan dukungan struktur partai tidak
akan berarti banyak tanpa adanya biaya politik, sangat mungkin fakta akhir
dapat terjadi sebaliknya, karena yang terpenting dari kontestasi politik
seperti Pilkada, bukan persoalan besarnya tim, tapi efektifitas tim dalam
melakukan penetrasi politik untuk mempengaruhi dan mengajak masyarakat sampai
ke titik titik yang sulit dijangkau sekalipun.
Benar memang, bahwa regulator
pelaksanaan Pilkada memiliki aturan untuk membatasi biaya politik masing-masing
pasangan calon, tapi ini juga tidak akan efektif untuk menekan pengeluaran
pasangan calon, karena akuntabilitas biaya politik di republik ini masih
menjadi persoalan tersendiri yang sulit dibenahi.
***
Angka-angka tersebut, mungkin
saja hanya bumbu pemanis dari perhelatan pesta demokrasi, karena senyatanya
banyak fakta yang berbicara beda. Namun perbedaan antara realitas empirik
biasanya hanya anomali yang jarang terjadi. Siapapun yang memiliki modalitas
yang mencukupi dan melakukan ikhtiar politik paling maksimal, pasangat tersebut
akan potensial dapat memenangkan pemilihan kepala daerah. Semoga yang terbaik
untuk Tatar Galuh.
Penulis : Sopwan Ismail, S.Psi
Pemerhati
Sosial Politik Kabupaten Ciamis
Tinggal
di Kecamatan Rajadesa Kab. Ciamis
Langganan:
Postingan (Atom)